Senin, 06 Januari 2014

Antara Hukum dan Keadilan...

     Yorobunnnn.... i'm back! hee-hee...
Hari ini saya lagi pengeeennn banget nulis sesuatu. Entah kenapa tiba-tiba banyak hal yang berseliweran di benak saya dan seolah melompat-lompat ingin keluar (emang ada ya? XD). saking banyaknya yang ingin saya tulis, saya sampai bingung mau mulai dari mana. Maka... telah diputuskan meskipun seharusnya pagi ini jatah paper-paper kampus buat digarap, saya akan menyempatkan diri mengeluarkan satu dari beberapa hal yang memenuhi kepala saya. satu saja... karna kalau banyak nanti ngelantur, *pasti itu!!

     Akhir-akhir ini saya jarang sekali menyempatkan diri buat mondar-mandir di i-net untuk sekedar baca berita. Yeah... seringnya saya buka web untuk download film pasca keranjingan serial empress ki dan my love from another star. Tapi semalam, tanpa sengaja saya menemukan thread di kaskus tentang sebuah kisah (yang katanya) nyata, bertutur tentang seorang nenek pencuri dan hakim yang baik hatinya. kurang lebih seperti ini kisahnya;

        REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Hukum harus ditegakkan termasuk kepada orang kecil yang melakukan tindak pidana seperti mencuri karena kepapaan dan kelaparan, bukan untuk memperkaya diri, tapi hukum tetap berpatokan pada aturan atau undang-undang.   Di ruang sidang Pengadilan Negeri Prabumulih, hakim Marzuki duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa PU terhadap seorang nenek yang dituduh mencuri singkong.

   
     "Maafkan saya," katanya sambil memandang nenek itu. "Saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi anda harus dihukum. Saya mendenda anda Rp1 juta dan jika anda tidak mampu membayar, maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan JPU."

        Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam, sementara hakim Marzuki mencopot topi, membuka dompetnya kemudian mengambil dan memasukkan uang Rp1 juta ke dalam topi tersebut dan berkata kepada hadirin: "Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruang sidang ini sebesar Rp50 ribu sebab menetap di kota ini tapi membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya."

       
        Nenek itu beralasan bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, cucunya kelaparan. Namun manajer PT Andalas Kertas tetap pada tuntutannya, dengan alasan agar menjadi contoh bagi warga lainnya.
Hakim Marzuki menghela nafas, dia memutus di luar tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). 

      "Saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi saya ini, lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa," katanya.

Ketika palu diketuk dan hakim Marzuki meninggalkan ruang sidang, nenek itupun pergi dengan mengantongi uang Rp3,5 juta, termasuk Rp50 ribu yang dibayarkan oleh manajer PT Andalas Kertas yang tersipu malu karena telah menuntut si nenek.

       Menarik, bukan?? kisah seorang nenek miskin yang sangat dramatis dan seorang hakim yang heroik. ini sebenarnya bukan berita baru dan katanya sudah heboh sejak 2011 silam, tapi sayang sekali karena katrok saya baru membacanya. Penasaran, saya menelusuri lebih jauh cerita ini hingga akhirnya sampai ke beberapa thread yang berisi analisa orang-orang (yang mengerti hukum) tentang kisah sang hakim hebat.

     Personally, saya berharap kisah ini memang terjadi di negeri kita sehingga saya (atau mungkin kita) bisa mulai menyemai harapan tentang keadilan yang nyata. Namun ada beberapa kejanggalan seperti kesalahan dalam penggunaan bahasa hukum dalam memutuskan pidana, proses berita acaranya tidak sesuai dengan hukum acara pidana, putusan akhirnya tidak sesuai dengan KUHP, denda terhadap hadirin tanpa proses hukum yang benar itu justru  melanggar hukum, tidak adanya sumber yang bisa menjadi rujukan, prabumulih itu bukan termasuk daerah lampung, PT Andalas Prabumulih tidak memproduksi kertas dan helloww hakim mana di indonesia yang pakai topi?? (haha... maap). 

     Maka sampailah saya pada kesimpulan bahwa cerita ini fiktif dan hanya merupakan saduran dari kisah berbahasa asing dengan beberapa modifikasi. saya sendiri belum sempat membaca kisah asli hakim Fiorello La Guardia di www.snopes.com.

     Katakanlah berita ini memang hoax, tapi bukan itu poinnya. Apa yang sebenarnya ingin saya sampaikan adalah; terlepas dari nyata/tidaknya berita tersebut, tentu ada pelajaran yang bisa kita petik. Di dunia yg kita huni sekarang, hukum dan keadilan sudah menjadi dua hal yang terpisah. Sang hakim memberikan putusan sesuai hukum yang berlaku sebagai bentuk penegakan hukum, namun melakukan penggalangan dana untuk membantu si nenek terbebas dari hukuman adalah sebagai bentuk penegakan keadilan yang sesungguhnya. Maka apa artinya itu? hukum tidak lagi menjamin terlaksananya keadilan. *jadi inget 'i hear your voice'nya soo ha XD

     Dari beberapa artikel yang saya baca, negara kita menganut civil law  yang sederhananya berarti "balik lagi ke buku... dan ke buku lagi" dengan begitu hakim hanya memutuskan berdasar apa yang sudah ditetapkan di buku. berbeda dengan common law, dimana hakim punya kuasa untuk membuat keputusannya sendiri selama tidak menimbulkan pertentangan. Saya bukan mahasiswa hukum dan tidak memahami betul bagaimana jalannya hukum di Indonesia (jadi mohon di perbaiki jika ada kesalahan pemahaman). Tapi saya sepenuh hati berharap, Negeri ini suatu saat akan bisa membenahi diri dan hukum yang berlaku di dalamnya.

     Dan, maafkan saya karena postingan ini berakhir tanpa kesimpulan. ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar