Istilah terlanjur itu umumnya diucapkan untuk sesuatu yang diluar dugaan akan disesali, atau tidak seharusnya terjadi. Seperti yang sering saya alami ketika belanja misalnya, setelah membeli barang di sebuah kios, biasanya saya akan tetap tertarik ketika melihat barang yang persis sama dijual di kios lain. Saya pasti akan bertanya harga dan membandingkan dengan yang sebelumnya saya beli. Nah, jika ternyata harganya lebih murah, maka saya akan sedikit mengeluh sambil ber-'yaah' kecewa. Tapi apa boleh buat, kan sudah 'terlanjur' dibeli, ga bisa diapa-apakan lagi.
Begitu juga ketika kita mengalami kejadian yang sebenarnya tidak diinginkan, tapi kadung sudah terjadi dan tak bisa ditawar lagi, biasanya yang terucap adalah kalimat 'terlanjur' dalam berbagai versi dengan nada kecewa tentunya. 'Terlanjur' berkaitan erat dengan ketidaksengajaan. Tapi tentu saja, dalam kamus saya ada juga namanya terlanjur-terlanjur yang memang disengaja untuk keperluan tertentu. Seperti yang pagi ini terjadi dirumah...
Ketika pakde bertanya tentang apakah saya sudah menemukan kostan baru untuk bulan februari, maka saya jawab; sudah. haha... muka pakde langsung menggembung kesal, "kan pakde udah bilang, diskusiin dulu... jangan langsung pindah!"
Dan saya dengan wajah se-innocent-mungkin menjawab, "yaah... gimana dong? udah terlanjur bayar, barang-barang juga udah dipindahin." sambil cengengesan watados. wkwkwk. Dan kita tahu, bahwa kata 'terlanjur' itu cukup sudah untuk mengunci percakapan. kalau udah terlanjur ya mau diapain lagi coba??
Kenapa saya jawab begitu? karna yang dimaksud diskusi versi pakdeh itu berarti sesi bujuk-membujuk yang untuk kesekian kalinya dilakukan, tujuannya? meminta saya pulang ke rumah, jangan nge-kost. saya mah kan sudah hapal mati tabiatnya pakde saya yang imut-imut ini (haha... gimana nggak imut coba, kalo hobinya ngambeg persis ponakan2 saya). Seharusnya juga pakde hapal tabiat saya, bahwa sekali ambil keputusan maka itulah yang akan saya lakukan dan perjuangkan. 'kan saya sendiri sudah sering bilang, kalau saya ini jauh dari image anak gadis baik hati yang penurut dan mau mengalah... :p
Tanpa mengurangi rasa sayang saya kepada bude & pakde, saya tau persis kog jalan yang saya ambil, dan Insya Allah saya cukup mampu mengambil konsekwensi dan bertanggung jawab atas nama baik saya sendiri. lagipula ngekost itu kan bukan berarti saya nggak akan pulang lagi selamanya, juga bukan karna mau bebas dalam artian negatif. saya memilih bersusah-susah tinggal di kostan yang super-duper-amat-sangat sederhana dengan banyak keterbatasan itu simply karna saya lebih nyaman begitu. Dalam pandangan banyak orang -termasuk saya- kenyamanan itu lebih berharga daripada kemewahan, mesikipun bukan berarti dirumah nggak nyaman, tapi tinggal sendiri kan lebih tenang... tanpa harus terlibat dengan 'You-Know-Who' voldemort keleuss colek +Nurisya Febrianti si nyonya besar itu lohh... yang sekarang lagi kumat. hehehee. saya kan nggak mau nambah dosa dengan terus2an terlibat dengan beliauuu.
Maka, pada saat2 seperti inilah saya mesti menciptakan beberapa 'keterlanjuran' demi menghindari dialog bertele-tele yang gak jelas dimana ujung-pangkalnya. dan, cara ini selalu berhasil...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar