Akhir-akhir ini aku keranjingan nonton drama (emang dulu
enggak ya??:p). Udah lihat header baru blog ku? Siapakah itu? Yup… itu Ha Ji
Won yang saat ini berperan dalam drama saeguk Empress Ki. Drama kolosal ini
rencananya akan tayang sepanjang 50 episode (whoa). Itulah sebabnya aku sempat
ragu menonton drama ini, karena episodenya puaanjaang sangatt. Biasanya kan
drama puluhan episode itu bertele-tele, tapi setelah membaca sinop episode 1
dan 2 di kdramatized, aku langsung memutuskan untuk mengikutinya sepenuh hati
*lebayyy.
Biasanya aku tidak tertarik dengan drama
bersetting jadul seperti periode Joseon or so, jadi aku tidak tahu banyak tipe
drama yang seperti ini, selain Sun Go Kong dan Putri Huan Zu dari zaman hong
(baca: zaman SD). Aku bahkan tidak menonton saeguk2 populer seperti Queen Seon
Deok atau The Moon That Embrace The Sun. Tapi secara teknis ini bukan drama
sejarah pertama yang aku ikuti, mengingat sudah ada saeguk fiksi Gu Family Book
tahun 2013 lalu. Meski sejujurnya saat itu aku menonton GFB lebih karena
pemeran utamanya Lee Seung Gi dan mendadak no comment setelah melihat endingnya (hehe). Namun kali ini berbeda, aku benar-benar
mengikutinya karena excited dengan jalan cerita, juga intrik dan adu siasat
antara baerbagai klan baik itu di istana dalam maupun di medan perang.
Aku
menulis postingan ini setelah memasuki babak kedua Empress Ki, tepatnya setelah
episode 27, yang artinya sudah lebih setengah perjalanan dari 50 episode.
Kenapa aku menulisnya? Karena bagiku drama ini meninggalkan kesan mendalam dan
beberapa pelajaran moral yang patut diingat. Itulah fungsi utama blog ini,
untuk menyimpan berbagai hal yang pernah atau sempat terfikir olehku.
Setiap
selasa-rabu rasanya ada yang kurang kalau belum berkunjung ke situs download.
Bukan Cuma dua hari itu saja, bahkan sejak kamis malam aku sudah galau bin
risau buka-tutup Soompi, mencari spoiler, BTS, NG atau apa saja… mencari tahu
apa yang terjadi di episode berikutnya. Apalagi kalau sudah sampai di minggu
pagi, gentian youtube aku obrak-abrik demi mencari preview resmi yang durasinya
bahkan kurang dari satu menit :p nasib shipper begini amat yak… abis drama ini bisaan banget bikin ending tiap episodenya menggantung dan bikin penasaran, nyiksa penonton buat nunggu senin depan.
Drama
Korea ini mengambil latar sekitar abad 13, mendekati masa akhir dimana kerajaan
Yuan (yang saat itu masih didominasi orang mongol) merupakan kekuatan adidaya
yang menjadi salah satu penguasa dunia, negara-negara lain hanya bisa menjalin
hubungan diplomatic secara asimetris, termasuk juga Goryeo (sekarang Korea)
yang saat itu berada dalam pengaruh Yuan. Hubungan kedua negara ini tak ubahnya
penjajahan, karena Yuan berkuasa penuh untuk bisa menentukan apa yang harus dan
tak boleh Goryeo lakukan.
*****
Cerita
berpusat pada perjalanan hidup Ki Seung Nyang yang lahir dan besar di Goryeo.
Pada usia belasan Ia melarikan diri saat akan dijadikan selir namun tertangkap,
itu sebabnya Nyang kecil dan ibunya diikat bersama serombongan gadis yang akan
dikirim ke Yuan sebagai upeti untuk dijadikan budak atau dikirim ke rumah
bordil. Itulah pertama kalinya Nyang bertemu dengan pangeran Wang Yoo, putra
mahkota kerajaan Goryeo yang (seolah) menjadi Sandra di tanahnya sendiri, karena
kekuasaan sesungguhnya dipegang oleh jendral Tangqishi dan adiknya Talahai beserta pasukan
serigala birunya dari Yuan.
Wang Yoo remaja yang
menyadari tidak bisa menggunakan kekuasaannya secara terang-terangan, memilih
melepaskan rakyatnya diam-diam pada malam hari. Para upeti wanita itupun kabur,
namun luka di sekujur tubuh menghambat pelarian mereka. Sebagian besar mati
dibunuh prajurit Yuan malam itu termasuk ibu Seung Nyang yang menukar hidupnya
demi menyelamatkan putrinya. Ibu Seung Nyang mati tertembus dua panah yang
dilesatkan Tangqishi, yang sejak hari itu dan untuk selamanya menjadi sasaran
kebencian Nyang. Bermodal cincin milik ibunya Seung Nyang kecil mencari
ayahnya, namun berselisih jalan tepat ketika ia hampir menemukan sang ayah yang
ternyata seorang perwira.
Dari sanalah kisah ini berklanjut. 13 tahun kemudian nyang Bertemu kembali dengan
Pangeran Goryeo (meski mereka tidak saling mengenali), ia menemukan ayahnya dan memutuskan menjadi prajurit. Tugas pertamanya adalah untuk menjaga Togon, Pangeran Yuan
yang diasingkan. Saat kaisar Myeongjong wafat, di Yuan terjadi kudeta yang
mendudukkan adik Togon yang sakit parah ke singasana. Otak pemberontakan itu
(El Temur) ingin Togon mati sebelum adiknya. Itu sebabnya Perdana Mentri El
Temur membuat konspirasi untuk mengasingkan Togon ke Goryeo dan menghabisinya
disana, dengan demikian kaisar tidak memiliki penerus dan kekuasaan yang
sesungguhnya bisa jatuh ke tangannya dan kesalahan membunuh pangeran bisa dilimpahkan pada Goryeo.
Seung Nyang baru mengetahui Wang Yoo adalah raja (bukan petugas penyelidik) dan mengabdi penuh padanya, saat itupun Wang Yoo masih mengira bahwa Seung Nyang adalah pria. Seung Nyang tetap menyembunyikan identitasnya demi menghindari hukuman yang mungkin diterima ayahnya apabila terbukti menyembunyikan anak gadis yang seharusnya dikirim ke Yuan. Wang Yoo menugaskan Seung Nyang menjaga pangeran Togon dan membayanginya setiap waktu. Wang Yoo percaya penuh bahwa Nyang akan melakukan tugasnya dengan sangat baik. Togon dan Seung Nyang mulai menjalin persahabatan. Bahkan ketika keadaan semakin genting dan nyawa mereka diujung tanduk, Seung Nyang tetap melindungi Togon. Ia bahkan merelakan lengannya tertembus panah demi melindungi sang pangeran yang lemah.
Bagi Togon, meskipun keras dan tega padanya namun Seung Nyang adalah orang pertama yang dengan tulus melindunginya sekaligus satu-satunya teman yang ia punya di dunia ini. Tapi bagi Seung Nyang alasan ia melindungi Togon adalah demi rajanya, Goryeo dan ayahnya (komandan ki). Jika ia gagal membawa pulang Togon ke istana dalam keadaan hidup, maka Goryeo yang akan dikambinghitamkan telah membunuh saudara kaisar, dengan Komandan Ki yang memimpin pembunuhan. Itu sebabnya ia mampu melakukan apapun demi menyelamatkan Togon.
Ketika Kaisar (adik Togon) wafat, El Temur sendiri yang
datang ke Goryeo untuk memastikan. Semua orang mengira Togon dan Seung Nyang
sudah mati setelah terjatuh dari tebing yang sangat tinggi. Bayan dan TalTal
yang diam2 membantu Togon (dengan melawan perintah El Temur) merasa kecewa.
Namun disaat Goryeo terdesak Nyang datang membawa Togon yang ternyata masih
hidup. Wang Yoo yang menyayangi Nyang sangat bersyukur ia masih hidup dan memeluknya. Togon sudah berjanji pada Nyang akan mengatakan kebenaran tentang
siapa yang ingin membunuhnya, namun pada akhirnya mengingkari janji itu karena rasa
takutnya kepada El Temur. Ia mengkhianati Seung Nyang dan membiarkan Komandan
Ki mati sebagai pengkhianat. Sejak saat itulah Seung Nyang bertekad untuk
membunuh Togon apapun harganya.
Wang Yoo, Seung Nyang dan serombongan rakyat Goryeo dibawa paksa ke Yuan sebagai tahanan, namun ditengah perjalanan wang yoo terluka dan nyang bersikeras merawatnya, identitas Nyang sebagai wanita terbongkar. Tangqishi yang terobsesi padanya ingin menjadikan Nyang selir namun Nyang lebih memilih mati daripada menyerahkan diri pada orang yang telah membunuh ibunya hanya demi hidup nyaman. Wang Yoo dan Nyang terpisah ditengah perjalanan. Tangqishi sengaja mengirim Wang Yoo ke perbatasan barat Yuan untuk berperang dengan bangsa Turks demi memperebutkan jalur sutra dengan harapan Wang Yoo akan mati tanpa harus ia bunuh (Tangqishi menentang perintah ayahnya untuk menghormati Wang Yoo dan memperlakukannya seperti raja), sedangkan Seung Nyang dikirim ke istana untuk menjadi musuri (dayang istana paling rendah tingkatannya).
Waktu terus bergulir, Wang Yoo dan Seung Nyang menjalani kehidupan baru mereka yang seperti neraka. WAng Yoo di medan perang dan Nyang di istana. Berkali-kali mereka nyaris berhadapan dengan kematian namun tetap memaksakan diri untuk bertahan. Bagaimana dengan Togon? Sesuai janjinya pada El Temur, Ia terpaksa menikahi Tanashiri, putri El Temur yang angkuh dan pencemburu. namun Togon tak pernah bahagia, karna ia selalu teringat Seung Nyang yang baginya adalah satu-satunya teman sejati di dunia ini. Teman yang mengorbankan diri untuk menyelamatkannya, dan sebagai balasan Togon justru mengkhianatinya.
Seung Nyang sangat ingin membunuh Togon dan membalaskan dendam ayahnya, tapi sebagai konsekuensinya ia dan semua orang Goryeo di istana pasti akan dihukum mati. namun ia mengurungkan niatnya, karena bayangan Wang Yoo terus masuk kedalam mimpinya dan memohon agar ia tetap hidup sampai Wang Yoo datang menjemput. Sama halnya dengan Wang Yoo yang pernah nyaris terbunuh oleh Byung Soo karena trik liciknya saat duel perebutan komando. disaat ia hampir menyerah, bayangan Sung Nyang muncul diantara rakyatnya dan menangis meminta Wang Yoo untuk tidak melupakan janjinya, karna Nyang akan terus bertahan dan menunggu, kalimat itu memberikan kekuatan pada Wang Yoo untuk bangkit dan menang.
Tidak
bisa tidak, aku jatuh cinta pada pasangan ini. Melihat bagaimana cara mereka bertahan
menghadapi rasa sakit dan mengesampingkan ego pribadi untuk membalas dendam agar
suatu saat bisa melihat wajah kekasihnya lagi. Baik Wang Yoo maupun Seung Nyang
tak satukalipun pernah mengungkapkan perasaan secara langsung, tapi kita semua
tahu bahwa mereka saling mencintai lebih dari apapun, kekuatan itulah yang membuat
mereka tetap bertahan meski jarak dan waktu memisahkan, sesakit apapun hidup
mereka.
Waktu terus berjalan cepat bagai panah dilesatkan dari
busurnya. Wang Yoo pulang ke istana membawa kemenangan, dan setelah melewati
berbagai masa sulit, Nyang bisa kembali pada Wang Yoo atas izin El Temur (yang
menukarnya dengan kecerdasan Wang Yoo). Mereka kembali bersama, bahu membahu
mencoba segala cara demi memulihkan tahta Wang Yoo sebagai raja Goryeo. Wang
Yoo secara resmi melamar Seung Nyang, memintanya untuk menjadi ratu saat mereka
kembali ke Goryeo dan Seung Nyang (tentu saja) menerimanya. Mereka sempat menghabiskan
waktu bersama sebelum takdir mengubah segalanya….
Wang Yoo harus kembali ke Goryeo untuk mengurus beberapa hal namun Nyang menolak ikut. Ia harus tetap disana demi menemukan surat wasiat mendiang kaisar Myeongjong yang bisa menjatuhkan kekuasaan klan El Temur. Wang Yoo pun pergi dan Nyang melepasnya dengan pelukan tanpa seorangpun tahu bahwa saat itu Seung Nyang sedang mengandung anak mereka. Suatu insiden memaksa Nyang terperangkap di pavilion wanita dan tak bisa keluar. Ia menghabiskan waktunya disana bersama Dayang Noh yang setengah gila. Namun Nyang menyayangi dayang Noh begitupun sebaliknya. Dayang Noh bahkan berjanji akan menggantikan ibu Nyang dan menjadi nenek yang baik jika anak Seung Nyang lahir nanti.
Dengan bantuan Lady Park, selir asal Goryeo yang dulu ia tolong,
Nyang berhasil keluar dari istana. Ditengah perjalanan, teman-temannya
menitipkan surat untuk sanak keluarga dan orang2 yang mereka cintai di Goryeo. Nyang
berjanji akan menyampaikannya, namun gerombolan bandit gunung tiba-tiba menyerang mereka
atas perintah permaisuri Tanashiri yang iri karna Lady Park tengah mengandung
putra kaisar. Semua orang yang ada ditempat itu dibunuh, termasuk Lady Park dan
Dayang Noh yang mati saat melindungi Seung Nyang. Hanya ia dan Hong Dan
sahabatnya yang berhasil lolos. Ia tak memiliki pilihan lain selain kabur
karena keadaannya yang hamil besar tak memungkinkan untuk melakukan perlawanan.
Di tengah jalan ia terpisah dengan Hong Dan sehingga terpaksa bersembunyi di
dalam goa.
Ditengah pelarian itulah Nyang melahirkan bayinya,
sendirian di dalam Gua yang sempit dan gelap. ia sangat bahagia bayinya lahir
dengan selamat. Seorang bayi laki-laki dengan tiga tanda bintang di kakinya. Yang
akan ia panggil Byeol (bintang) sebelum ayahnya (Wang Yoo) memberi nama. Namun kebahagiaan
Seung Nyang tak berlangsung lama, Byung Soo yang masih mengejarnya mendengar tangisan bayi dan menemukan persembunyian mereka. Akhirnya Nyang berlari tersuruk-suruk sambil membawa
bayinya di gendongan. Bukan Sung Nyang namanya jika menyerah tanpa perlawanan, Namun
kondisinya yang masih lemah membuatnya kepayahan. Di ujung tebing ia
menjatuhkan pengawal Byung Soo yang serta merta menarik kain gendongan bayinya.
Nyang sekuat tenaga mempertahankan Byeol, tapi Byung Soo melesatkan panahnya,
dan menancap di jantung Nyang. Ia menyaksikan dengan matanya sendiri bayinya
jatuh ke sungai di bawah tebing, dan sejurus kemudian iapun terjatuh dengan
panah menancap di tubuhnya.
Jeokho yang kebetulan ada disana melihat Seung Nyang dan
menolongnya. Ia selamat karna tersangkut di pinggir dan tidak jatuh ke bawah
tebing, panah itupun tidak menembus tubuhnya karena terhalang cermin perunggu
yang dihadiahkan Dayang Noh sebelum keberangkatan mereka ke gunung. Nyang
selamat, namun harus terbangun dengan sebuah kenyataan pahit bahwa bayinya
telah tiada. Nyang frustasi, bagaimana bisa ia kehilangan putranya hanya dalam
satu tarikan nafas.
Semua orang mengira Seung Nyang sudah mati. Begitu pula kabar yang sampai pada Togon dan Wang Yoo. Kehilangan Sung Nyang dan Selir Park membuat Togon menderita aphasia dan tak bisa bicara. Setiap hari ia hanya menghabiskan waktu dengan berbaring di tempat tidur mengenang Sung Nyang. Dan Wang Yoo? Sebenarnya keadaannya sendiri tak lebih baik dari Togon, ia mengahbiskan hari didepan target panahan sambil memegang busur dan panah Seung Nyang, mengenang kembali awal pertemuan mereka, lomba memanah sambil mabuk, dan ketika Nyang mengajarinya memanah dengan baby arrow. Ini sungguh takdir yang menyakitkan bagi keduanya, apalagi Wang Yoo bahkan tidak tau bahwa ia telah menjadi ayah.
Namun Wang Yoo tak seperti Togon yang terpuruk pasca kepergian Seung Nyang, ia adalah seorang raja dan rakyatnya membutuhkannya. Ia tetap harus melanjutkan hidup, dan membuat orang-orang yang menyakiti Nyang mendapatkan balasan yang pantas. Semua orang mendesak Wang Yoo menikah dengan keponakan El Temur, termasuk ayahnya, Demi mengamankan kepentingan politik negara. Awalnya Wang Yoo menolak, namun akhirnya ia menyetujui dengan satu syarat: ia akan kembali ke Yuan sedangkan istrinya menetap di Goryeo, Wang Yoo tak ingin menyentuh ratunya. Tujuannya menikah? Apalagi kalau bukan membalaskan dendam Sung Nyang. Ia akan masuk kedalam klan El Temur dan menghancurkan mereka dari dalam.
Sementara
itu Nyang dan Jeokho tertangkap kawanan heukso yang biasa menjual budak. Namun dalam
perjalanan ke Ilkhanatte, mereka sampai di provinsi Liaoyang dimana jendral Bayan
menjabat gubernur. Jendral Bayan yang merasa berhutang nyawa pada Sung Nyang
membelinya dengan harga mahal, 3000 keping emas, setara dengan biaya hidup
pasukan perangnya selama setahun. Taltal protes, namun Bayan berkeras bahwa harga itu
bahkan tak sebanding dengan nyawa mereka.
Seung
Nyang malam itu datang untuk berterimakasih, ia sedang menceritakan apa yang
menimpanya, saat tiba2 Tangqishi datang dan mengabarkan bahwa ia akan pergi ke
Goryeo untuk menghadiri pernikahan sepupu mereka dengan keluarga kerajaan
Goryeo, yaitu Wang Yoo. Seung Nyang yang bersembunyi dibalik lemari buku
mendengarnya dengan hati hancur (aku jugaaa!! T,T that’s hurt me so much!)
perlahan air matanya mengalir…
Di
kamar ia menangis seorang diri, sembari membuka satu per satu surat titipan teman-teman Goryeonya. Ia menangis membaca surat-surat tersebut, sambil
mengingat kembali bagaimana teman-temannya dibantai tepat dihadapannya. Nyang menangis
dalam diam, hingga akhirnya membuka mata dan sampai pada satu tekad: ia tak mau hidup tenang sendirian.
Ia akan membalaskan setiap tetes darah yang mengucur demi melindunginya. Ayah,
ibu, bayinya dan teman-temannya. Ia akan membalaskan dendam mereka tanpa
gagal. keputusan itulah yang membawanya menawarkan diri untuk dikirim sebagai
kandidat mewakili provinsi Liaoyang dalam pemilihan selir untuk Kaisar. Ia akan
berdiri disisi Togon dan membuatnya menjadi kaisar yang kuat, demi menjatuhkan
El Temur dan Klannnya. Ia tak akan membiarkan lagi orang-orang Goryeo dikirim
paksa ke Yuan sebagai upeti dan mati sia-sia di tanah asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar