Heiii!
Minggu ini, lewat beberapa hari sejak tulisan iseng terakhir
yang saya buat. Sekali ini adalah tentang beberapa fakta, yang saya baru tau...
dan sangat disesalkan kenapa baru tau, hehehe. Padahal hal-hal seperti ini tuh
sudah lumrah banget lohh, di ranah pendidikan indonesia. Sebenernya saya sudah
sering sekali mendengar selentingan tentang fenomena seperti ini, tapi... nggak
adil rasanya kalau hanya sami’naa wa shodaqnaa (whoaa???),alangkah
baiknya kalau dilengkapi dengan nadzornaa wa ‘arafnaa!!
Yeah... saat ini saya memainkan peran sebagai guru (sebut
saja guru palsu). Guru yang apa adanya (atau tepatnya: ngga’ ada apa-apanya,
hehee). Saya nggak kelihatan seperti seorang santri yang sedang menjalankan
misi dakwah bagaimana menjadi guru yang baik, bagaimana menjadi masyarakat yang
patuh. bahkan disekolah, Saya jarang sekali membahas tentang syari’ah ini,
aqidah itu, agama begini dan kepercayaan begitu. Saya lebih memilih untuk
mendengar apaa yang mereka bahas, mengamati dan menyimpannya dalam kertas2 tua
di rak buku saya.
Orang2 disekolah itu tidak menganggap saya orang luar yang
sedang mengamati derap langkah pendidikan negeri ini, mereka lebih suka menjadikan
saya bagian dari mereka, nyaman sekali membahas berbagai issu pendidikan yang
memang bukan rahasia lagi (dan saya bersyukur untuk itu). Maka saya mulai
berani bertanya ini itu, mulai berani menyuarakan pendapat, dan sedikit demi
sedikit belajar mengerti.
Sabtu pagi sebelum berangkat mengajar, sebuah stasiun
televisi swasta menayangkan berita pagi. Bulan2 ini, publik sedang sibuk2nya
mengurusi pelaksanaan ujian bagi siswa akhir baik di tingkat SD, SMP, maupun
SMA. Dan... seperti tahun yang sudah-sudah, berita soal kebocoran soal/ jawaban
mulai memanas. Bahkan, beberapa peserta ujian tertangkap kamera sedang mencari
contekan lewat gadget mereka (yang notabene kelewat keren untuk ukuran anak).
Maka bingunglah ibu guru yang amatiran ini. 1. apakah para petugas
pengawas itu sudah kehabisan akal untuk merazia “perlengkapan nyontek”
peserta? Atau memang membawa barang2 semacam itu sudah menjadi legal sekarang?
2. Beberapa kasus menunjukan kasus contek mencontek yang cukup seru, seperti
kebocoran soal terencana yang menyebabkan seorang kepsek dibebas tugaskan.
Aihh.... bukankah bundel kertas penting itu sudah diamankan sedemikian rupa,
dijaga ketat oleh guru2 dan petugas pemerintah, ditempatkan di ruang rahasia
dan tersembunyi dengan gembok seberat jutaan ton (ehh?? :-D). Tapi kok bisa
gitu yahh?? Dan 3. Apakah generasi muda negeri ini sudah sebegitu mentoknya,
sebegitu buntunya, dan sebegitu-sebegitu lainnya yang saangat memprihatinkan.
Maka pergilah saya dengan hati bingung, dan akhirnya ngantuk
berat di angkot (lah, apa hubungannya? J)
Media memang hebat!! Itu nggak bisa dipungkiri. Buktinya,
senada dengan fikiran saya tentang berita pagi ini para guru (yang asli) juga
lagi asyik membahas berita pagi. Dengan suara berbeda, dengan cara yang berbeda
juga dengan sudut pandang yang berbeda.
Oi..???
Ternyata masalah contek mencontek itu nggak serumit yang saya
kira. Setidaknya nggak sampai ada agen intel tersendiri yang menyewa para
pemecah sandi untuk “meminjam” kunci jawaban demi menyelamatkan kebaikan
negara. (kayak yg di tv itu loooh!!). jadi yaa, tokohnya si itu-itu juga.
Jadi begini, pemirsa.... ada beberapa kemungkinan yang bisa
(dan biasanya) terjadi.
Skenario #1. Seorang anak mencontek secara tradisional,
misalnya dengan menulis rumus di paha, di tissue, di balik jilbab, di kertas
atau di sapu tangan.
Skenario #2. Seorang anak mencontek pada temannya secara
manual (dengan bahasa ii..uu..aa...dan mata yang celilang-celileng).
Skenario #3. Seorang anak mencontek pada temannya lewat
gadget, yang ini sebenarnya sama saja dengan yang kedua, Cuma saja lebih cool
(dikit).
Skenario #4. Seseorang yang berkepentingan berhasil
mendapatkan kunci jawaban, lalu menyebarkannya kepada peserta ujian (untuk
berbagai keuntungan). Tapi, perlu diwaspadai juga... penyebaran jawaban seperti
apapun sebenarnya beresiko. Kan bisa saja orang tsb sengaja menyebarkan jawaban
yang salah. Terkadang manusia berfikir, hidup adalah perang... dan segalanya
dianggap adil dalam cinta dan peperangan (ingat 3 idiots?? Hehehe).
Skenario #4. Ini yang paling mutakhir, kejahatan terencana
dan (istilah lebaynya) berskala internasional . sebuah lembaga ketika ia tumbuh
dan mulai dikenal baik, maka sejatinya sudah memiliki reputasi. Nggak ada
seorangpun yang ingin nama sekolahnya jelek atau menurun. Tapi pada
kenyataannya, siswa datang silih berganti. Dengan ragam yang berbeda, kebiasaan
berbeda, dan tentunya juga dengan kemampuan yang berbeda. Bukan mustahil kalau
suatu saat misalnya... siswa yang mendaftar tak sebaik yang sebelumnya. Maka
ketika diuji, ternyata peringkat sekolah menurun dan (bisa jadi) ada yang
gagal. Maka ributlah para punggawa, berkali-kali mengadakan rapat dan rapat.
Semua bingung, maka diambillah jalan mudahnya : menyebarkan kunci jawaban. Dan
pemirsa...... yang terakhir ini benar2 gawat!!! (L)
Ohhh... bagaimanalah??
reputasi begitu penting dimata manusia zaman sekarang. Kita
sibuk menempelkan label disana-sini, memberikan ukuran-ukuran. Ini baik- itu
buruk, sekolah ini keren- yang itu malu-maluin, rangking satu itu pintar- nggak
naik kelas itu bodoh, Hidung mancung itu cantik- jerawatan itu jelek. Padahal
baik-buruk itu relatif (baik buat saya belum tentu baik buat luna maya, kan?? J).
Maka atas nama reputasi, ijinkanlah kami berbuat curang!!!
Hilang sudah pemahaman indah bahwa dunia ini berputar, sama halnya dengan nasib
kita.. kadang diatas kadang dibawah.
Maka apakah itu berarti rakyat negri ini bodoh?? Sebenarnya
‘tidak’. Buktinya.... Makin hari cara mencontek semakin kreatif dan keren,
bukan? (-.-“)
Maka benarlah kalimat itu.... “bangsa kita terpuruk bukan
karena prestasi akademisnya rendah, tapi lebih karena prestasi akhlaknya
bobrok”.
(sebenarnya, saya sedang sensi sekali pemirsa!!! Habisnya heran siih, masalah ini kenapa pula
jadi rumit difikiran saya, hmmmh. Jadi ada baiknya... jangan terlalu dianggap
serius, tapi keadaanya memang serius ini..Jv
piiiiisss!!!!)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar